Sepasang katanya unsur sebuah sepatu itu, dan bukan sepatu kalau bukan sepasang. Suatu hari Tuan memiliki sepatu yang menurut rekan kerjanya itu adalah sepatu yang perlu diganti usianya. Tampaklah dari bentuknya yang sudah menjauhi dari bentuk asal sepatu. Dari sisi lain Tuan enggan mengganti, karena ia anggap ialah orang yang setia, dari bentuk kesetiannya dengan suatu barang. Bahwa terbersit “pentingnya” harus menyetiakan sepatu dengannya. Betapa jauh dari apa yang ia bayangkan, sepatu itu lebih banyak membantu semenjak ia pula masih menjadi pegawai honorer. Betapa banyak pengorbanan sepatu, dari teriknya aspal, hingga becek pula ketika rendeng.
Mbok sudah, sepatutnya bentuk sepatu seperti itu kamu gantung jauh-jauh, kata atasnya. Apa layak seorang pegawai sebuah instansi menggunakan bentuk sepatu demikian? Kata mantan pacar Tuan, yang kini menjadi Ibu dari anak-anaknya. Tuan, memang mahal ya harga sepatu? Sedikit nada hardik dari pojok ruang tempat kerja yang tiap saat merasa kurang nyaman memandangnya.
Suatu ketika jauh disangka, istrinya menenteng sepatu baru untuk hadiah Tuan. Kehendak istri agar segera digantung bahkan dibuang jauh-jauh sepatu butut itu.
Apa kata jika aku memakainya sedang aku ingin menjadi orang yang setia, sedikit saduran dari perkataan hati Tuan. Sedangkan jika aku enggan memakainya, jelas ini hadiah istriku yang marah pastinya jika aku pun masih meragukan apa yang ia hadiahkan untukku. Sudahlah…
Dari rumah kini hari Tuan tidak lagi memakai sepatu butut. Namun dalam saku tas masih ia besitkan sepatu lamanya. Padahal perasaan berat hati memakai sepatu baru selalu membuat berat langkahnya. Sudahlah, kutitipkan saja sepatu baru ini di warung pojok menuju keluar lorong itu, dan aku akan memakainya sepatu lama selanjutnya, jelas lebih nyaman kurasa.
Pemandangan dari tetangganya untuk melihat keanehan tingkah Tuan, menjadi hal biasa. Dari rumah, rapi mengenakan sepatu hadiah, sedang menuju kantor dari warung itu tetaplah setia. Sekali lagi bahwa Tuan orang yang setia.
Soal kesetiaan tidak mudah untuk dipermainkan, Tuan selalu lah memendam hal itu dalam hati. Hingga kini ia tidak hanya setia dengan pasangan, bahkan apa yang ia miliki sekarang.
Suatu ketika juga, malam dimana makhluk hidup memati sementara, adalah saat benda-benda mati memunculkan keadaanya, di rak sepatu yang satu sisi tiang penyangga sudah lapuk usia, di situ juga sepatu Tuan tetap ada. Dan sepatu berbicara…kamu sakit hati gak ketika itu tuanmu seenaknya saja memperlakukanmu, seenaknya ia buang hal yang tidak ia pikir bahwa sebelumnya kita-kita ini pernah menjadi suatu hal yang spesial juga. Dan kita dulu juga pernah menjadi baru bukan.
Inilah beda dari kita dengan mereka makhluk yang kata Tuhannya adalah makluk paling sempurna. Kita tidak akan pernah dipisahkan, toh jika emang dipisah, kita bukan lagi sepatu namanya kalau kita bukan sepasang; manusia apakah bukan manusia jika mereka tidak sepasang? Masalah manusia adalah ketidaktahuan apakah cocok dengan pasangannya; mereka pun masih mencari arti kesetiaan. Syukurlah kalian menjadi sepatu yang selalu setia dan selalu bersama dalam duka-suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar